Bekerja adalah kegiatan paling mendasar dalam kehidupan, yang dalam konsep Hindu disebut Karma Yoga. Jika orang tak bekerja, dia akan kehilangan kreasi. Pada dasarnya bekerja dalam Hindu adalah sembahyang. Dengan bekerja umat akan dapat bertemu dengan Ida Sang Hyang Widh Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Terkait dengan ini, dalam sastra Hindu disebutkan bahwa Tuhan menciptakan dunia ini berdasarkan kerja (kredo). Setelah dunia tercipta, Tuhan meleburkan diri pada kerja itu. Jika manusia ingin bertemu dengan Tuhan, bekerjalah. Sedetik pun Tuhan tidak pernah berhenti bekerja. Jika berhenti, dunia ini akan pralaya (kiamat).
Oleh karena kerja itu berupa ibadah, semua bentuk kerja mesti diabdikan kepada Tuhan. Pekerjaan apa pun — kasar, setengah kasar, setengah halus dan halus — mesti diabdikan kepada Beliau. Karena itu, dalam Hindu sesungguhnya tidak mengenal perbedaan kerja. Apa pun pekerjaan jika dilandasi dharma, itulah amanat suci yang mesti dijalankan. Jadi, secara psikologis umat Hindu tidak membeda-bedakan kerja. Bekerja itu bebas dari tekanan atau beban, karena dasarnya adalah bakti dan tulus ikhlas.
Dengan bekerja otomatis kesejahteraan Tuhan akan datang dengan sendirinya. Ini terkait dengan hukum karma atau hukum sebab akibat. Ada aksi ada reaksi. Setiap kerja, cepat atau lambat, pasti ada pahala. Cuma, apa bentuk pahala sangat ditentukan karma yang diperbuat. Berbuat baik, tentu baik hasilnya. Berbuat buruk, pahala yang akan diterima tentu buruk pula. Untuk itu, umat mesti selalu berbuat kebajikan, karena ini merupkan investasi spiritual. Makin banyak berbuat kebajikan, makin bagus.
Soal pahala yang akan diterima umat, itu rahasia Tuhan. Hidup, mati, jodoh, rezeki, pangkat (jabatan) ada di tangan Tuhan. Menjadi kewajiban kita adalah bekerja yang baik. Bekerja dengan tulus ikhlas dan penuh pengabdian kepada Tuhan, wajib hukumnya.
Terkait dengan itu, Bagavadgita pasal 2 ayat 47 menyebutkan, ”Karmane eva dhikaraste mapa lesu kadacana makarma hetobhur matesango stua akarmane” yang artinya tugasmu sebagai manusia bekerja dan mengabdi, bukan untuk menentukan hasil. Jangan kau bekerja untuk mengikatkan diri dengan hasil. Jangan pula tidak berbuat apa-apa, karena tidak mengharapkan apa-apa.
Manusia harus bekerja. Pekerjaan apa saja, yang penting halal. Apalagi memilih pekerjaan karena faktor gengsi. Sebab, bekerja itu salah satu cara untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Dalam kerja itu sendiri sesungguhnya ada Tuhan. Akan menyalahi kodrat jika umat tidak bekerja.
Terkait dengan pekerjaan, umat mesti tidak membeda-bedakan kerja, sebab bekerja dalam sektor apa saja sama kedudukannya. Misalnya, bekerja sebagai petani mesti dipandang sebagai swadharma yang sangat mulia. Dengan menghasilkan produk pertanian, petani sudah melakukan kewajiban yang baik karena telah memberi sumber energi — protein, karbohidrat, dan vitamin kepada khalayak umum, termasuk kepada pejabat.
Tanpa petani, bisa dibayangkan dari mana masyarakat mendapatkan beras, umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-buahan dan daging. Karena itu, para kesatria dalam hal ini pejabat pemerintah, legislatif dan para elite parpol mesti memberikan perlindungan kepada petani. Artinya, para pejabat mesti memiliki keberpihakan kepada petani dengan membeli beras petani dengan harga yang wajar, dll. Guna mencapai kedamaian, ketenteraman dan kenyamanan, para agamawan (brahmana) memberikan pencerahan atau perlindungan spiritual kepada umat.
sumber: Bali Post (dengan perubahan seperlunya)
0 komentar:
Posting Komentar