Saat remaja adalah saat dimana banyak perubahan terjadi pada hidup manusia, saat itu juga ada perasaan berbeda saat menatap atau memandang seorang wanita sebaya. Banyak orang berkata itu cinta monyet, meskipun yang menjadi objek bukanlah monyet. Perubahan berikutnya adalah kemampuan untuk merayu dan mendekati wanita yang didamba, meskipun pemula namun tidak kalah jauh dibanding yang sudah senior dibidang ini, pacaran.
Diusia tersebut memang egoisme seorang remaja terlihat kental, dimana sifat kebanggaan dan heroik memuncak. Segalanya mesti yang terbaik, termasuk dalam hal memilih pacar. Lebih dari duapuluh persyaratan yang muncul dikepala saat menentukan gadis yang menjadi pujaan, seperti pintar agar jangan di tertawain punya pacar oon; cantik agar tidak malu saat dipamerkan ke teman-teman; putih-tinggi agar teman-teman terkagum-kagum dan mengakui dasyatnya rayuan yang digunakan; tajir agar uang jajan dihemat dan bisa jadi modal untuk mendapatkan gadis berikutnya; dan seterusnya dan seterusnya....
Demikian pula saat masuk bangku kuliah, meskipun kematangan mulai terlihat termausk dalam hal mendekati lawan jenis. Sifat sok OK masih terlihat diusia ini, sehingga sudut mata masih piawai melirik yang bening-bening meskipun sedang bergandengan dengan yang telah berhasil ditaklukkan. Bukan karena tidakkurang penggemar, kriteria dan persyaratan mulai dikurangi, namun tidak kurang dari sepuluh.
Saat didunia kerja, kedewasaan pun mulai mengalahkan egoisme remaja, sudah belajar serius, juga termasuk dalam hal pasangan. Keseriusan pun ditandai dengan menyingggung masalah hal yang lebih serius, menikah. Gonta-ganti pasangan pun tidak terelakkan karena mencari yang terbaik meskipun jumlah kriteria dan persyaratan dikisaran angka sepuluh. Kebimbangan dalam menemukan yang sempurna berlanjut dengan bertubi-tubi pengajuan permintaan disetiap doa, namun yang sempurna seperti bersembunyi di dunia antah berantah di negeri hayalan. Permintaan dalam doa pun semakin keras terdengar, tapi Tuhan seperti tuli dan tak mau peduli. Akhirnya yang cukup baik dari yang ada menjadi pilihan sambil lebih keras lagi berteriak meminta yang sempurna. Lelah berteriak, akhirnya menenggelamkan dikesibukan kerja dan memelihara apa yang didapat.
Beberapa tahun berikutnya, si cantik yang sebenarnya jauh dari kriteria yang diinginkan pun pergi meninggalkan luka. Teriakan permintaan dalam doa pun semakin keras, Tuhan selain tidak mendengar meskipun sudah berteriak dengan keras juga menarik pemberiannya yang jauh dari kriteria, ini tidak adil.
Kemana harus menggugat, tidak ada perwakilan Tuhan yang bisa di demo dan dimintai pertanggung-jawaban. Tuhan tuli dan kejam. Usiapun tidak mau kompromi, beberapa tahun lagi usia akan kepala tiga. Biskikan rekan-rekan pun semakin memperlemah hati yang masih terluka. Jika menikah diusia 30 tahun, maka saat anak baru berusia 20tahun maka usia ayahnya sudah 50 tahun, usia yang sudah tidak produktif disaat anak belum bisa dilepas untuk mandiri. Bagaimana jika hingga usia lebih dari 30 tahun bahkan hingga 40 tahun belum muncul wanita sempurna itu?
Saya jadi merenung sejenak, memikirkan spesifikasi yang menjadi dasar memilih Wanita. Saat ku ingin yang cantik, ku pikir aku juga nggak gateng-ganteng amat; saat ku ingin yang pintar, aku juga nggak smart-smart amat; ketika ku cari yang setia, aku punya banyak beberapa koleksi; saat ku minta yang kaya, ternyata aku cuma karyawan biasa; saat ku pinta yang agamis, ternyata trisandya ku masih bolong-bolong bahkan pernah tak ku lakukan sekalipun dalam sehari.
Ya Tuhan, mohon kemurahan hatimu. Ku turunkan semua spesifikasi yang telah ku tetapkan, bahkan siapa saja wanita yang datang dan mau ku nikahi, dialah wanita yang sempurna itu. Namun mohon beri kebanggaan pada ibuku akan pesannya: meskipun kamu sekarang lebih pandai dari bapak dan ibumu, mohon jangan telanjangi kami akan kebodohan, semua kekurangan dan kegagalan kami mendidik anak, tetaplah Hindu dan nyawa kami berikan jika kamu mau.
Beberapa minggu berikutnya datanglah seorang wanita menyatakan cintanya, ini luar biasa padahal doaku sudah tidak berteriak. Seorang wanita dengan wajah yang ayu, bertubuh cukup tinggi, berbody bak gitar spanyol, memiliki pendidikan yang tinggi (sedang menyelesaikan pasca sarjana), rajin beribadah, berkemampuan komunikasi yang baik dan beragama yang sama denganku, Hindu. Ini sempurna, jauh lebih baik dari yang ku tetapkan.
Terimakasih ya Tuhan, mohon jangan jadikan ini sebagai mimpi. Darinya ku inginkan suputra yang pandai berterimakasih dan bersyukur kepada Mu, tidak seperti bapaknya yang hanya bisa meminta bak pengemis dan berteriak bak preman pasar serta melirik bak tukang kebun bermata rabun yang selalu melihat rumput tetangga lebih hijau.
Ternyata bersyukur akan apa yang dimiliki adalah hal yang begitu indah dan mendatangkan hal lain yang luar biasa sebagai bonusnya. Satu lagi, ternyata Tuhan tidak tuli, tidak perlu berteriak untuk berterima kasih dan bersyukur. Tuhan pun lebih kasih dari yang dibayangkan, sehingga tidak perlu meminta dan meminta disetiap doa, namun hanya perlu berterimakasih dan bersykur atas anugrahnya serta menjalankan dharma dalam keseharian
0 komentar:
Posting Komentar